Kamis, 21 April 2016

MEMILIKI PERPUSTAKAAN PRIBADI



Sumber: rumahminimalisdesign.com

 Perpustakaan merupakan tempat di mana buku-buku atau bahan bacaan terkumpul menjadi satu kesatuan di suatu tempat. Dalam era modern, ilmu dan buku menjadi bagian yang tak terpisahkan. Manusia yang rakus akan ilmu, senantiasa bergumul dengan buku-buku sesuai bidang keilmuan yang diminati. Hal ini yang melandasi perlunya seseorang memiliki tempat khusus untuk menampung buku-buku yang sarat akan pengetahuan.

Untuk memiliki perpustakaan pribadi yang ideal, dibutuhkan beberapa kiat dan ketelatenan. Syarat pertama untuk memiliki perpustakaan pribadi yaitu harus memiliki buku atau bahan bacaan. Buku, jurnal, majalah, dan ensiklopedia bisa menjadi koleksi untuk mengisi ruang kosong pada rak. Ketersediaan bahan bacaan dapat dicari dengan mudah dan disesuaikan dengan kantong pribadi. Tempat-tempat seperti pasar buku, kios buku di emperan hingga toko buku megah, semua menyediakaan buku. Pilihlah buku sesuai dengan keperluan dan minat baca masing-masing.

Selanjutnya, dibutuhkan tempat yang cukup untuk menampung buku-buku yang sudah didapat melalui cara yang sudah disebutkan tadi. Tidak harus menyediakan ruang khusus yang luas. Sudut-sudut ruang di dalam rumah seperti kamar, ruang keluarga dan ruang tamu dapat dijadikan sebagai ruang untuk menampung melalui rak-rak yang disesuaikan ukuran ruang. Pemilihan jenis dan ukuran rak harus disesuaikan dengan kebutuhan. Semisal untuk ruang kamar yang tidak begitu luas, kalian bisa memilih rak yang minimalis atau menggunakan rak gantung yang lebih efisien. Selain itu, ukuran fak juga harus disesuaikan dengan ukuran buku, karena buku memiliki ukuran yang berbeda.

Setelah buku, tempat dan rak sudah terpenuhi, kini tinggal perawatan untuk menjaga kualitas fisik buku agar tetap bagus. Rayap dan udara yang lembab menjadi musuh para bookranger. Untuk menyiasati bahaya yang ditimbulkan, kalian bisa menyiapkan kamper atau kapur barus yang di letakkan di antara tumpukan buku sebagai upaya untuk meminimalisir hal-hal yang tidak diinginkan. Hindarkan pula buku-buku dari air dan akan lebih baik lagi jika buku-buku diberi sampul plastik. 

Buku kini telah menjadi kebutuhan pokok manusia sebagai media untuk menambah pengetahuan (tolabul ilmi). Memperkenalkan kebiasaan gemar membaca sejak usia dini akan merangsang cara berpikir seseorang. Kita dapat mencontoh Hegel, seorang filsuf ternama asal Jerman. Sejak kecil, ia selalu diajarkan untuk membaca oleh ibunya yang progresif dalam mendidik putranya. Sangat disayangkan melewatkan waktu tanpa membaca buku. Semoga bermanfaat dan selamat mencoba!

Rabu, 13 April 2016

LOMBA MENULIS ARTIKEL

BERITA BAHAGIA!!!

Telah dibuka pendaftaran lomba penulisan artikel yang digelar oleh para pemuda kreatif IMPP Jogja!

Tema artikel yang di lombakan adalah "MENYIBAK WAJAH PEMALANG" dengan kategori sosial, politik, pendidikan, budaya dan sejarah. Terbuka untuk UMUM!

Untuk keterangan lebih detail bisa berkunjung ke:
http://impp-jogja.blogspot.co.id/2016/04/lomba-menulis-artikel.html atau menghubungi contact person  085712436323 (Hita).

Persiapkan artikel terbaikmu, tunjukan kontribusimu kepada Pemalang.
Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalu bukan kita, siapa lagi?
#pemalangbergerak #pemalangbersorak


Sabtu, 02 April 2016

MENUMBUHKAN KESADARAN SEJARAH





Dewasa ini, minat masyarakat akan sejarah mulai mengalami perkembangan. Adanya perkembangan media berupa internet, perpustakaan dan ruang diskusi menjadi salah satu alasan meningkatnya minat masyarakat. Pengertian sejarah menurut Voltaire yaitu suatu narasi fakta-fakta yang diterima sebagai sesuatu yang benar, yang berbeda dengan fabel, yaitu narasi fiktif atau tidak benar. Sejarah merupakan hasil rekonstruksi sejarawan berdasarkan sumber-sumber yang ditemukan. Secara guna, sejarah memiliki nilai positif jika dimanfaatkan dengan baik.  Sejarah memberikan pengetahuan dan bekal bagi manusia untuk menjalani kehidupan dimasa kini dan esok dari masa lalu. Bagi Sartono Kartodirdjo, barang siapa yang lupa sama sekali akan masa lampaunya dapat diibaratkan seperti mereka yang sakit jiwa. Pernyataan tersebut memiliki arti bahwa sejarah memiliki nilai-nilai positif seperti halnya disiplin ilmu lain.
Menumbuhkan kesadaran sejarah di lingkungan masyarakat sangat penting, mengingat sejarah memiliki nilai positif bagi kehidupan. Tantangan demi tantangan terus menjadikan sejarah harus berdiri lebih kokoh. Permasalah seperti kurangnya minat masyarakat akan sejarah karena sejarah dianggap sebagai produk kuno yang memproduksi masa lalu kurang menarik. Tantangan seperti itu harus dilawan dengan menyediakan tulisan-tulisan menarik dalam bentuk buku maupun di media online. Pemalang menjadi bagian kecil sebagai daerah yang minim literatur sejarah. Kesadaran sejarah masih belum menunjukan gairah. Perlu adanya buku-buku sejarah, ruang diskusi dan kesadaran masyarakat untuk menumbuhkan kesadaran sejarah.
Pemalang memiliki peristiwa sejarah lokal yang menarik dan dijadikan sebagai pengetahuan serta pedoman hidup. Mengingat pentingnya peran sejarah dalam kehidupan. Selain itu, kerugian dari ketidaktahuan akan sejarah yang disebutkan oleh Sartono Kartodirdjo menjadi hal yang penting untuk diperhatikan. Peran sejarawan juga diperlukan dalam menumbuhkan kesadaran sejarah terutama mengenai sejarah dalam lingkup yang terkecil (sejarah lokal). Bangunan-bangunan bersejarah yang tersisa perlu adanya penyelamatan dan dimasukan ke dalam cagar budaya. Bangunan heritage memiliki fungsi vital disamping untuk dinikmati keindahannya juga dapat digunakan sebagai lambang kebesaran suatu kota. Semisal Yogyakarta dengan bangunan Taman Sari atau Semarang dengan bangunan Lawang Sewu yang menjadi ikon kota tersebut. Pemalang pada dasarnya tidak kalah dengan kota lain dalam bidang heritage. Bangunan Belanda di kompleks alun-alun dan pabrik-pabrik gula sejak zaman Belanda masih dapat memberikan kelas tersendiri. Diperlukan adanya perawatan intensif untuk bangunan-bangunan yang memiliki nilai historis.

MENELADANI PERJUANGAN PEMUDA PEMALANG DALAM PERISTIWA REVOLUSI SOSIAL TAHUN 1945 SEBAGAI BEKAL PEMBANGUNAN DAERAH


Perjuangan pemuda di Pemalang pada masa Revolusi Sosial 1945 menjadi suatu topik yang masih asing bagi masyarakat Pemalang pada umumnya terutama pada kalangan pelajar. Pemalang merupakan daerah yang memiliki riwayat sejarah panjang sejak awal pendirianya (1575) hingga masa kini. Perisitiwa sejarah menjadi hal yang sangat penting sebagai pembentukkan karakter suatu daerah, karena sejarah memberikan gambaran kehidupan masa lalu yang dapat dicerna dan diteladani sebagai modal pembangunan daerah. Pembangunan tidak selalu identik dengan ‘wujud’ bangunan fisik. Pembangunan dapat dimaknai dengan adanya upaya untuk membenahi dan meningkatkan mutu SDM secara kolektif sebagai langkah awal untuk merealisasikan suatu pembangunan yang optimal. Tanpa adanya suatu bekal ‘pengetahuan’ pembangunan (secara fisik) akan terasa hambar dan rancu. Pemuda sebagai motor pembanguna sudah sepatutnya mempelajari gerakkan pemuda di Pemalang pada masa lampau melalui studi sejarah kritis. Revolusi Sosial pada akhir tahun 1945 menjadi peristiwa yang layak untuk dikaji dan diteladani oleh masyarakat Pemalang. 
 
Revolusi Sosial atau Peristiwa Tiga Daerah merupakan peristiwa di mana seluruh elite birokrat, pangreh praja dan sebagian kepala desa (dianggap pro-asing) didaulat dan diganti oleh aparat pemerintahan baru yang terdiri dari golongan masyarakat setempat. Revolusi Sosial terjadi pada bulan Oktober-Desember 1945 di daerah Tegal, Pemalang dan Brebes. Pemalang menjadi daerah yang terlibat dalam peristiwa tersebut karena masyarakat (Komunis, Nasionalis, Islamis) pada masa itu merasa perlu adanya perubahan yang mendasar pada pemimpin-pemimpin pemerintahan. Golongan pemuda pada masa itu menjadi penggerak utama untuk melakukan perubahan yang sesuai dengan kehendak masyarakat. Pemuda tersebut terdiri dari berbaggai kalangan yang kemudian tersebar dalam beberaa organisasi. Organisasi pemuda di Pemalang pada masa itu diantaranya adalah Gerakan Pemuda Arab Indonesia (GPAI), Hizbullah, Angkatan Pemuda Indonesia (API), Pemuda Republik Indonesia (PRI), Angkatan Muda Republik Indonesia (AMRI), Laskar Pemuda Tionghoa (LPT) dan  para pemuda yang terdiri dari golongan santri, nasionalis, komunis dan lenggaong.
Gerakkan yang dilakukan oleh para pemuda di Pemalang tidak semata-mata berjalan dengan sendirinya. Pergerakkan pemuda tersebut sudah dibekali oleh pengetahuan dan intelektualitas yang didapatkan ketika melakukan kegiatan berorganisasi. Faktor agama juga mempengaruhi semangat pemuda yang terdiri dari golongan santri. Semangat untuk melakukan perubahan (pembangunan) tidak hanya membutuhkan ‘gerakkan’ tetapi juga membutuhkan modal yang berupa ilmu pengetahuan sebagai wadah untuk menentukan arah dan sebagai dasar dilakukannya suatu pergerakkan yang kentara. Dikotomi antara golongan muda Pemalang dengan oknum pemerintah yang masih menjabat menjadi gambaran salah satu ‘karakter’ Pemuda Pemalang yang tangguh dan berani dalam melakukan tindakan. Motto ‘IKHLAS’ yang sering digaungkan sekarang bukan hanya dimaknai secara harfiah, namun juga harus dimaknai sesuai Lembaran Daerah Dati II Pemalang Nomor 6 tanggal 9 Maret 1991.
 Pemalang sebagai daerah yang memiliki sejarah panjang sudah tentu memiliki karakteristik tersendiri yang harus terus diteladani oleh generasi penerus. Pemuda sebagai motor pembangunan daerah (Pemalang) ditentukan oleh modal atau bekal (pengetahuan) yang didapatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Melalui adanya pengenalan peristiwa sejarah Pemalang dapat dikatakan mampu memberikan modal dan menanamkan karakter positif yang didapat dengan meneladani sikap-sikap pahlawan lokal yang sesuai dengan kepribadian lokal (Pemalang). Suatu pembangunan harus dimulai dengan mengenal daerah yang akan dibangun sebagai paradigma mendasar.
Referensi:
Lucas Anton, Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1989).
Panitia Peringatan Hari Jadi Ke-439 Kabupaten Pemalang Tahun 2014, Riwayat/Sejarah Pemalang, (Pemalang: Pemkab Pemalang, 2014).